Jumat, 04 September 2015

MENYIASATI PERSOALAN PENGGUNAAN BUKU AJAR


MENYIASATI PERSOALAN PENGGUNAAN BUKU AJAR
Agus Hamdani

(Telah dimuat pada jurnal, Tahun 2012)

1.      Pendahuluan
Sejak diberlakukan pada tahun ajaran 2006/2007, sudah hampir empat tahun sekolah pada tingkat pendidikan dasar dan menengah menggunakan kurikulum mutakhir yang diberi nama KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).  KTSP yang sebenarnya merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 atau KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)  ini adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah. KTSP mengandung arti bahwa setiap sekolah dapat merancang dan melaksanakan silabus dan kurikulumnya sendiri dengan tetap berpegang pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pengembangan KTSP harus disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan  kepentingan siswa. Selain itu, pengembangan tersebut tidak boleh mengabaikan potensi daerah dan kondisi sosial budaya setempat. Sekolah harus arif terhadap potensi yang ada di sekitar lingkungan tempat satuan pendidikan itu berada. Oleh karena itu, muatan lokal mendapat tempat lebih banyak dalam KTSP. Kegiatan pengajaran pun harus lebih banyak mengandalkan data-data primer yang ada di sekeliling lokasi satuan pendidikan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan harus dirancang oleh sekolah atau oleh para guru secara dinamis, artinya harus dirancang sesuai dengan kebutuhan siswa, perkembangan zaman, dan perkembangan pengetahuan. Karena perancangan KTSP dilakukan sendiri oleh para guru maka guru pun akan memiliki kebebasan untuk menentukan buku ajar yang akan digunakan. Dari berbagai jenis buku yang beredar di pasaran, guru harus pandai memilih buku ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa serta sesuai dengan kurikulum yang telah dirancangnya. Di samping itu, mereka pun harus pandai memilih buku-buku pengayaan dan referensi untuk menunjang kegiatan pembelajarannya, sebab dalam pasal 2 ayat 2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 11 tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran dikatakan bahwa ”Selain buku teks pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1, guru dapat menggunakan buku panduan pendidik, buku pengayaan, dan buku referensi dalam proses pembelajaran”.
Buku ajar oleh Rusyana (1984:211) diartikan sebagai buku pegangan pembelajar yang digunakan di sekolah untuk menyajikan pengalaman tak langsung dalam jumlah yang banyak dan untuk menunjang program pengajaran. Dengan menggunakan istilah buku teks untuk istilah buku ajar ini, dalam “Dictionary of Education” (Robert,1970:605) dinyatakan bahwa ”A text book is a book dealing with definite subject of study systematically arranged, intended for use at a specified level of instruction and use as a princified level of instruction and use as a principle source of study material for a give course”. Sesuai dengan isi kedua pengertian buku ajar ini, fungsi buku ajar dalam kehidupan masyarakat modern, khususnya dalam pembelajaran di sekolah, sangatlah penting. Tidak heran, bila kemudian dalam Permen Diknas No 11 tahun 2005 dijelaskan bahwa buku ajar adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan, yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.
Dari segi kuantitas, kita patut berbangga karena telah banyak pakar yang turut serta dalam pengadaan buku ajar. Namun, dari segi kualitas kita patut bertanya apakah buku-buku yang menjamur di pasaran tersebut telah memenuhi kriteria atau ciri-ciri buku ajar yang baik atau tidak. Bila memang belum semua buku ajar memiliki kualitas yang baik, pedoman apa yang harus diikuti guru ketika memilih dan menentukan buku ajar bagi para siswanya? Lalu, apa yang harus dilakukan guru bila ternyata isi buku ajar yang telah dipilihnya tidak relevan?
Berkenaan dengan uraian di atas, tulisan ini akan mencoba menyajikan segala hal yang berhubungan dengan buku ajar, di antaranya persoalan buku ajar, kebijakan pemerintah tentang buku ajar, cara memilih buku ajar, dan cara menyiasati isi buku ajar yang tidak relevan.

2.      Persoalan Buku Ajar
Supriadi (2000:5) mengemukakan bahwa selain jenisnya yang beragam, persoalan buku ajar di Indonesia sangat kompleks. Persoalan tersebut antara lain meliputi pengadaannya yang kompartementalistik, penilaiannya, pengedarannya, dan persoalan yang berhubungan dengan kontribusinya terhadap prestasi belajar siswa.
Berkenaan dengan pengadaannya, persoalan yang dihadapi adalah sulitnya menyediakan buku ajar yang berkualitas dalam jumlah yang cukup untuk semua atau sebagian besar siswa. Melalui Depdiknas, pemerintah akhir-akhir ini telah mencoba mengatasi persoalan tersebut dengan membeli hak cipta puluhan buku ajar SD, SMP, dan SMA/SMK yang telah lolos penilaian BSNP dan menyajikannya sebagai buku digital yang dapat diunduh secara gratis di situs www.depdiknas.go.id.  atau di bse.depdiknas.go.id. Dengan adanya buku digital yang dapat dibaca dan diunduh secara gratis ini, siswa dan sekolah punya pilihan untuk memakai buku ajar yang terjangkau harganya dan terjamin kualitasnya. Namun, terobosan pemerintah dalam menyediakan buku sekolah elektronik (BSE) ini masih dikeluhkan masyarakat. Penyebabnya, akses ke situs web BSE masih lambat dan sering gagal. Selain itu, tidak semua siswa dan sekolah dapat menguasai cara penggunaan internet.
Berkaitan dengan penilaiannya, persoalan yang ada adalah terjadinya penyimpangan dengan banyaknya buku ajar yang beredar tanpa melalui penilaian dari lembaga penjamin mutu buku. Hal ini terjadi, di samping karena ada penerbit nakal yang langsung mengedarkan buku ajar itu, juga karena pemerintah agak kewalahan untuk menilai semua buku ajar yang ada mengingat proses tersebut memerlukan pembiayaan besar dan harus melibatkan para penilai yang sangat banyak, baik dari unsur guru, ahli pembelajaran, maupun ahli materi. Selain itu, secara khusus terdapat pula mata pelajaran yang isinya harus mendapat pertimbangan Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia. 


Lembaga independen yang sekarang ini memiliki kewenangan dalam menetapkan kelayakan buku ajar untuk digunakan di sekolah adalah Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Sebelum lembaga ini terbentuk,  penilaian kelayakan buku dilakukan oleh Panitia Nasional Penilaian Buku Pelajaran (PNPBP). Dalam menjalankan kinerjanya kedua lembaga ini difasilitasi secara teknis oleh Pusat Perbukuan Depdiknas, sebagai lembaga teknis yang secara langsung bertanggungjawab kepada Menteri Pendidikan.
Buku ajar yang beredar tanpa melalui proses penilaian oleh lembaga di atas diragukan kualitasnya. Ini cukup beralasan sebab berdasarkan pengalaman Dewi Susiloningtyas ketika menjadi anggota team penilai buku ajar tahun 2008 yang ditugaskan oleh Pusat Perbukuan bekerja sama dengan BNSP, ia banyak sekali mendapatkan buku ajar yang menurutnya mengandung materi yang terlalu luas dan tidak layak untuk disajikan di buku tersebut karena tidak sesuai dengan tingkat kompetensi yang disarankan kurikulum.


Dalam kaitan dengan pengedarannya, persoalan yang muncul adalah beredarnya buku-buku ajar terbitan swasta yang sebenarnya hanya berfungsi sebagai buku pelengkap tetapi kenyataannya malah dijadikan sebagai buku utama yang menggantikan buku paket. Hal ini terjadi di antaranya karena ketersediaan buku paket yang tidak memadai. Sampai tahun 1997, rasio ideal ketersedian buku paket dan siswa di SD yang seharusnya mencapai 1:1 baru terpenuhi dalam kisaran 1:1,6 sampai 1:6,2 (Supriadi, 2000:8). Jumlah yang tidak memadai inilah yang dijadikan alasan oleh sekolah untuk tidak menggunakan buku paket secara maksimal dalam pembelajaran. Alasan lainnya adalah karena menurut sebagian besar guru, buku paket cenderung berbelit-belit, tidak praktis, dan kurang menarik bagi siswa dan guru itu sendiri. Beberapa praktisi kepengajaran pun berpandangan bahwa banyak buku yang diwajibkan sekolah atau pemerintah seringkali berkualitas rendah, membosankan, atau tidak sesuai dengan kebutuhan spesifik yang diajar. Di samping itu, terjadinya konflik kepentingan antara berbagai stakeholder pendidikan seperti pemerintah, penerbit swasta, pejabat pendidikan di daerah, perusahaan penyalur buku, toko buku, sekolah, orang tua, dan siswa, turut pula merumitkan persoalan pengedaran buku paket ini.
Berkaitan dengan kontribusinya terhadap hasil belajar siswa, persoalan yang dihadapi adalah rendahnya prestasi belajar siswa yang ditandai oleh rendahnya kemampuan siswa dalam memahami isi bacaan dan rendahnya tingkat keterbacaan bahan bacaan yang ada pada banyak buku ajar. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Suryaman (2001) yang menyimpulkan bahwa bahan bacaan yang ada dalam buku pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SLTP kelas 2 rendah tingkat keterbacaannya dan kemampuan siswa dalam memahami bacaan itu pun rendah. Sebelumnya, hasil yang sama sebenarnya telah ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Romlah Suhadi (1996) dan Idah Rosidah(1997). Kesimpulan penelitian Romlah Suhadi mengungkapkan bahwa tingkat keterbacaan buku paket IPA dan IPS untuk SMA di Kodya Bandung masih rendah atau dapat dikatakan sukar dipahami oleh siswa. Sementara itu, hasil penelitian Idah Rosidah mengungkapkan bahwa tingkat keterbacaan buku ajar bahasa Indonesia yang digunakan di SMP Cimenyan Bandung tergolong rendah atau sukar dipahami.
Di samping persoalan-persoalan di atas, temuan lain mengungkapkan bahwa isi buku ajar sering sekali menyampaikan sesuatu yang bias gender. Hasil penelitian Logsdon (Suryaman, 2008) menyimpulkan bahwa buku-buku ajar SD di Indonesia mengandung bias gender, baik pada tataran kalimat yang dikontruksi maupun pada pemeranan gender yang harus dilakukan siswa. Hal yang sama ditunjukkan oleh hasil penelitian Astuti dkk. (1999) terhadap buku pelajaran bahasa Indonesia di SD, SLTP, dan SLTA yang mengungkapkan bahwa kaum perempuan dalam buku ajar sering digambarkan sebagai makhluk yang harus bekerja di sektor domestik sedangkan laki-laki adalah makhluk yang harus bekerja di sektor publik.

3.       Buku Ajar dalam Kebijakan Pemerintah
Mulai tahun 2003 Pusat Perbukuan telah menetapkan buku-buku pelajaran yang memiliki kelayakan untuk digunakan di sekolah. Namun, seiring dengan desentralisasi pendidikan, program sosialisasi buku-buku yang memiliki kelayakan kurang mendapatkan respon yang positif dari berbagai pihak. Sesuai dengan kewenangannya, Pusbuk hanya mensosialisasikan hingga pemerintah provinsi. Selanjutnya pemerintah provinsi, melalui dinas pendidikan melakukan sosialisasi ke dinas pendidikan kabupaten/kota. Secara teknis, dinas pendidikan kabupaten/kota mensosialisasikan lanjutan kepada masyarakat di tingkat kabupaten/kota. Namun demikian, Pusat Perbukuan Depdiknas membuka pula akses maya melalui http://www.sibi.or.id.
Dalam kaitan dengan upaya menetapkan buku-buku ajar yang akan digunakan di sekolah, berdasarkan ketentuan Permendiknas Nomor 11/2005 Pasal 7 ayat (1) seharusnya setiap satuan pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK) menetapkan kebijakan mikro tingkat sekolah dengan meng-SK-kan buku-buku ajar yang akan digunakan di sekolah tersebut dalam kurun waktu selama 5 tahun. Dengan demikian, pada satu satuan pendidikan tidak diharapkan terjadi pergantian penggunaan buku ajar pada setiap tahunnya.
Upaya untuk menetapkan buku-buku ajar pada satuan pendidikan harus ditempuh melalui rapat guru dan mendapatkan pertimbangan komite sekolah, serta dilakukan dengan cara memilih salah satu buku ajar yang telah dinyatakan memiliki kelayakan oleh pemerintah. Selanjutnya, setiap sekolah harus menginformasikan SK tentang pemilihan buku ajar yang digunakan di sekolah kepada orang tua siswa. Dengan demikian, orang tua dapat memanfaatkan penggunaan buku ajar yang masih sesuai dengan buku yang tertuang dalam SK tadi, baik bekas saudaranya maupun dari pihak lain. SK itu sekaligus akan mendorong regulasi penyediaan buku-buku ajar oleh toko buku di sekitar sekolah untuk berkompetisi dalam pelayanan dan harga.
Guna mengatasi monopoli dan praktik kurang edukatif, ketentuan Permendiknas Nomor 11/2005 Pasal 9 menyatakan bahwa sekolah, komite sekolah, guru, atau tenaga kependidikan tidak dibenarkan melakukan penjualan buku kepada peserta didik. Konsekuensinya, orangtua dapat dengan bebas mencari buku yang tertuang dalam SK itu ke toko-toko buku yang kadang-kadang harganya lebih rendah daripada yang dijual di sekolah.
Bila terdapat sebagian orang tua tidak mampu membeli buku ajar sebagaimana yang tertuang dalam SK kepala sekolah itu, maka hal itu tidaklah harus menjadi sebuah persoalan, sebab dalam Permendiknas dinyatakan bahwa setiap sekolah harus menyediakan buku ajar yang sesuai dengan SK tersebut minimal 10 eksemplar untuk setiap mata pelajaran dan setiap tingkatan kelas dan tersedia di perpustakaan sekolah. Dengan demikian, jika SD memiliki 9 mata pelajaran, maka idealnya di perpustakaan SD tersedia minimal 540 buku ajar yang diperuntukkan bagi murid yang tidak mampu membelinya.
Sebenarnya, regulasi penggunaan buku ajar melalui Permendiknas Nomor 11/2005 ini telah sangat ideal dan berpihak kepada masyarakat. Namun, kenyataannya, masih saja terjadi penggunaan buku ajar yang berganti-ganti setiap tahun di satu satuan pendidikan, penjualan buku oleh guru atau sekolah, penjualan buku-buku yang belum memiliki kelayakan, serta masih banyak pula praktik-praktik yang masih belum sesuai dengan harapan regulasi itu.
Melalui regulasi tentang buku ajar yang dilakukan pemerintah, diharapkan semua pihak dapat memahami kerangka dasar pembangunan bangsa secara komprehensif. Orang tua dapat ikut berperan serta dalam mengontrol penjaminan mutu pendidikan dan dengan mudah mengidentifikasi penanda dasar buku-buku yang telah dinyatakan memiliki kelayakan digunakan di sekolah. Pemanfaatan buku ajar di sekolah sesuai dengan standar pendidikan dan para guru dan tenaga kependidikan diharapkan berkonsentrasi pada profesinya. Selain itu, pengeluaran dana masyarakat untuk pembiayaan pendidikan diharapkan dapat menekan inflasi yang terlalu tinggi.

4.      Kriteria Memilih Buku Ajar
Sepanjang kariernya, terutama setiap pergantian kurikulum, guru terus menerus dituntut untuk dapat memilih dan memutuskan buku ajar yang tepat. Agar pilihan dan keputusannya ini berjalan dengan baik maka guru harus mempertimbangkan beberapa aspek. Menurut Harmer (1998:117-119), aspek yang harus dipertimbangkan dalam memilih buku ajar, khususnya buku ajar untuk mata pelajaran bahasa, antara lain meliputi harga, ketersediaan, desain dan tata letak, metodologi, keterampilan, silabus, topik, stereotyping, dan panduan guru. Kesembilan aspek ini, berikut pertanyaan yang harus dipertimbangkan untuk masing-masing aspeknya, tersaji dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1.
KRITERIA MEMILIH BUKU AJAR

Aspek
Pertanyaan untuk Dipertimbangkan
1. Harga
Seberepa mahal buku teks tersebut? Mampukah siswa membelinya? Apakah mereka harus membeli buku catatan sebagai pendapingnya? Mampukah mereka membeli keduanya? Dapatkah guru membeli buku panduan guru dan tapenya?
2. Ketersediaan
Apakah semua rangkaian pelajaran tersedia? Adakah semua komponennya (buku siswa, buku guru, buku catatan, dsb.) di toko sekarang? Bagaimana dengan buku untuk kelas di atasnya? Apakah telah diterbitkan? Apakah telah tersedia? Bagaimana tape, video, dan sebagainya?
3. Desain dan
Tata Letak.
Apakah buku itu menarik? Apakah guru merasakan nyaman dengan buku itu? Apakah siswa menyukai buku itu? Apakah desainnya mudah dioperasikan?
4. Metodologi

Jenis pengajaran dan pembelajaran seperti apa  yang direkomendasikan oleh buku? Dapatkah para guru dan siswa membangun rangkaian kesesuaian  ESA dari buku itu? Adakah perimbangan yang baik antara studi dan aktivitas?
5. Keterampilan
Apakah buku itu meliputi empat keterampilan (membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara) yang mencukupi? Apakah memiliki keseimbangan yang pantas antar berbagai keterampilan? Adakah peluang untuk studi dan aktivitas di dalam ketrampilan kerja? Pantaskah bahasa teks membaca dan menyimaknya? Apakah tugas berbicara dan menulis menarik bagi siswa?
6. Silabus
Apakah silabus buku sesuai dengan siswa Anda? Apakah silabus tersebut mencakup  butir-butir bahasa yang Anda harapkan? Apakah telah sesuai dengan pesanan? Apakah teks membaca dan mendengarkan memiliki tingkat kesukaran sebagaimana buku kemajuan?
7. Topik
Apakah buku berisi berbagai topik? Apakah buku itu memungkinkan untuk melibatkan minat siswa? Apakah guru memiliki respon yang baik terhadap buku itu? Apakah  buku itu sesuai dengan budaya para siswa? Apakah buku itu untuk orang dewasa atau anak-anak?

8. Stereotyping
Apakah buku menghadirkan orang-orang dan situasi  dalam suatu cara yang sama dan adil? Apakah berbagai kategori orang diperlakukan dengan sama? Apakah meniru-niru kebangsaan tertentu? Apakah secara tak sadar buku itu memajang rasisme atau sexisme?

9. Panduan Guru
Apakah panduan gurunya baik? Mudahkah untuk digunakan? Apakah memiliki semua jawaban yang diperlukan guru? Apakah panduan itu menawarkan alternatif bagi prosedur pelajaran? Apakah berisi suatu pernyataan yang dirasakan dapat menggembirakan siswa dan guru?

            Ketika menjawab pertanyaan pada tabel di atas, guru hendaknya mengikuti empat langkah prosedur berikut ini.
1)      Analisis: Guru dapat memeriksa berbagai buku yang ditawarkan atau dijual dengan cara menganalisis setiap jawaban atas pertanyaan yang ada pada tabel di atas.
2)      Piloting: Cara terbaik untuk menemukan suatu kelemahan dan kekuatan buku adalah  mencobanya  di suatu kelas guna melihat materi mana  yang bisa dikerjakan  dan yang  tidak bisa dikerjakan oleh siswa. Jika guru  mengajar lebih dari satu kelompok di tingkatan yang sama, maka akan lebih baik bila mencoba mengajarkan dua buku berbeda untuk membandingkannya.
3)      Konsultasi: Sebelum memilih  buku, alangkah lebih bijak bila guru berdiskusi  dulu dengan rekan kerja yang telah menggunakan buku tersebut untuk mengetahui kualitas buku itu menurut persepsi guru lain.
4)      Pengumpulan pendapat: Sebelum memilih buku, guru sebaiknya memeriksa terlebih dahulu berbagai pendapat berharga atas buku itu, seperti pendapat dari penerbit, pemilik toko buku, serta rekan kerja. Pendapat siswa pun sebaiknya ikut pula dipertimbangkan. Jika siswa menyatakan  pilihan setuju maka kemungkinan mereka  akan merasa lebih terikat dengan buku ajar itu.

5.      Menyiasati Isi Buku Ajar yang Tidak Relevan
Walaupun buku ajar telah dipilih secara selektif, tetapi bisa saja isinya masih memiliki kekurangan atau tidak sesuai dengan harapan guru. Untuk mengatasi hal itu, Neville Grant (1987) dalam bukunya “Making the Most of Your Textbook” mengemukakan empat alternatif yang dapat dilakukan guru ketika isi buku ajarnya tidak relevan.
Pertama, mengabaikan materi pelajaran yang tidak relevan. Mengabaikan pelajaran dari buku ajar tidaklah salah. Guru dapat melakukannya setiap waktu dengan mengembangkan jenis pendekatan ”memilih dan memungut”. Hanya saja, jika guru mengabaikan halaman yang sangat banyak, siswa yang telah membeli buku itu akan penasaran mengapa mereka  harus menggunakan buku itu sebagai buku utama.
            Kedua, mengganti materi pelajaran dalam buku ajar dengan sesuatu yang telah dikuasai guru. Langkah ini memiliki kelebihan, di antaranya materi yang dimiliki guru biasanya lebih menarik perhatiannya dan lebih sesuai dengan kebutuhan siswa, dibandingkan dengan materi dari buku ajar. Jika guru berurusan dengan bahasa dan topik yang sama, siswa masih dapat menggunakan buku itu untuk meninjau kembali kosakata tertentu. Namun, jika terlalu banyak isi buku ajar digantikan, para siswa akan bertanya-tanya mengenai kualitas buku tersebut secara keseluruhan.
            Ketiga, menambah apa yang ada di dalam buku. Jika pelajaran agak membosankan, terlalu kaku, atau tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk menggunakan apa yang mereka  pelajari secara pribadi, guru bisa menambahkan aktivitas dan latihan lain yang dapat meluaskan keterikatan siswa dengan bahasa atau topiknya. Penambahan  merupakan suatu alternatif yang baik karena kekuatan yang ada dalam buku ajar dipadukan dengan persepsi dan ketrampilan guru di depan kelas.
            Keempat, mengadaptasi apa yang ada di dalam buku ajar. Jika suatu teks bacaan di dalam buku ajar membosankan atau guru berinisiatif untuk menggunakan materi dengan menggunakan cara guru sendiri, maka guru dapat mengadaptasi pelajaran yang ada pada buku ajar. Dengan kata lain, alternatif ini merupakan upaya guru untuk menggunakan bahan baku yang sama dengan memakai gaya milik guru sendiri.           
Menggunakan buku ajar secara kreatif merupakan suatu keterampilan mengajar yang utama. Bagaimanapun baiknya suatu materi, guru yang sangat berpengalaman tidak akan melaluinya kata demi kata. Dia tentu akan menambah beberapa latihan dan mengadaptasikannya dengan yang lain. Kadang-kadang, mereka menggantikan materi buku ajar dengan gagasannya sendiri atau gagasan dari  guru  dan buku lainnya. Tak jarang ia akan menghilangkan pelajaran tertentu dari buku ajar itu sepenuhnya.
            Dalam hubungan dengan kegiatan menambahkan, mengadaptasi, dan menggantikan materi dalam buku ajar, berikut ini akan disajikan contoh bagaimana cara seorang guru menggunakan buku ajar secara kreatif. Contoh-contoh yang akan dikemukakan ini didasarkan pada pendapat Jeremy Harmer (1998:112-114).
Contoh 1: Menambah
Kegiatan ini antara lain dapat dilakukan dengan memanfaatkan daftar kosa kata yang biasanya tercantum pada akhir buku atau akhir unit. Daftar kosa kata ini biasanya diabaikan, baik oleh siswa maupun oleh guru. Padahal hal ini merupakan suatu kesempatan untuk menambah apa yang disediakan buku ajar dengan cara yang menyenangkan. Berikut ini adalah contoh daftar kosa kata materi pelajaran bahasa yang ada pada buku ajar.


admire                   exciting                  killer                            professor
attendance             experience             law                              protection
attractive               factor                     leader                          record 
bad                        fair-haired             lovely                           rugged
beautiful                fair skinned            lover                            scenic
boring                    fantastic                 magnificent                  sick
cute                        fascinating             melanin                       skin cancer
dangerous             flight                      memorable                  song
dark-haired           attendant               motorway                    striking
dark-skined            freckles                  moving                        stunning
die                         gang                      newscaster                   sunburnt
doctor                    good-looking         picturesque                  sustained
dramatic                handsome              pig                               trust
elegant                   impressive             place                            ultra violet
event                      interesting              pretty                                           unmemorable- 
                                                                                                  victim
 





















Melalui potongan-potongan teks statis di atas, guru dapat melakukan kegiatan dengan apa yang disebut studi kata dan permainan kata.
            Kegiatan studi kata dapat dilakukan dengan cara guru mengajukan sejumlah pertanyaan tentang bagaimana kata-kata dikonstruksi. Siswa dapat diminta untuk membuat daftar kata yang ditekan pada suku kata pertama, kedua, dan ketiga. Mereka pun ditanya bagaimana berbagai ajektif diubah ke dalam verba dan atau apakah akhiran verba diperlukan jika diubah ke dalam ajektif. Mereka dapat diminta untuk mengidentifikasi dan menjelaskan bagaimana pembentukan kata majemuk, seperti ”dark skinned” dan ”skin cancer”. Dengan demikian, kegiatan ini dapat mengingatkan siswa tentang kaidah pengaturan kata dan tata bahasanya.
            Kegiatan permainan kata dapat dilakukan dengan cara guru menyajikan kalimat kepada siswa, kemudian siswa diminta untuk meluaskannya dengan menggunakan kata dari daftar kata tadi dan menambahkan tata bahasa yang diperlukan untuk kata-kata itu. Tujuan kegiatan ini adalah untuk membawa siswa menggunakan dan memainkan kata dari daftar kata yang sering terlihat sebagai sesuatu yang tidak menarik dan membosankan.
Contoh 2: Mengadaptasi
            Kegiatan ini dilakukan bukan karena materi dalam buku ajarnya ada yang salah, melainkan karena semata-mata ingin meningkatkan motivasi siswa, ingin menyampaikan materi dengan cara yang variatif, atau karena guru ingin  siswanya lebih menikmati kegiatan pembelajarannya. Contoh kegiatan penyesuaian adalah meminta siswa untuk menulis percakapan dari hasil membaca teks yang ada pada buku ajar dan memerankannya. Guru menyimak setiap dialog yang diucapkan siswa dengan memberi koreksi terhadap pelafalan yang salah atas kosakata yang  diucapkan siswa.
Contoh 3: Mengganti
            Aktivitas mengganti merupakan kegiatan yang dilakukan guru untuk mencoba dan menemukan jenis materi pelajaran yang secara radikal berbeda. Misalnya, materi dalam buku ajar yang digunakan menghendaki siswa untuk mempraktekkan konstruksi ‘would like’ dalam kalimat seperti  'I'd like to live in a sunny country', She'd like to live on her own', They'd like to move to Kansas', dan sebagainya. Materi ini sangat baik, tetapi guru misalnya khawatir ia dan para siswanya akan menemukan  kebosanan. Sebagai gantinya, guru memutuskan untuk mengkombinasikan latihan struktur yang ia miliki dan yang ingin ia gunakan.         
Pada awal pertemuan, guru bertanya kepada siswa apakah mereka menyukai musik, dan jika ya, jenis musik apa. Selanjutnya, guru menjelaskan kepada siswa bahwa para siswa akan mendengarkan empat cuplikan musik berbeda  dan untuk setiap cuplikannya mereka harus melengkapi tabel berikut ini.

Warna




Mood




Termometer




Dimana kamu suka mendengarnya




Dengan siapa kamu suka mendengarnya




           
Pada kotak warna, mereka harus menuliskan warna musik itu (hijau, merah, biru terang, dan sebagainya). Mereka selanjutnya harus mengatakan mood musik itu (gembira, sedih, lapar) dan seterusnya.
            Ketika guru telah memainkan keempat cuplikan musik itu, siswa membandingkan jawabannya. Selanjutnya siswa diminta untuk menulis sebuah paragraf yang menggambarkan cuplikan musik tersebut, misalnya:
Potongan musik dari Ebony Concerto adalah merah dan hitam bagiku. Marah dan lucu terjadi dalam waktu yang sama dan itu membuatku sangat bergairah. Saya suka mendengarnya di klab jaz. Saya pikir saya dan saudara saya menyukainya. Saya pikir itu adalah jenis musik dia.

Jenis aktivitas mengganti ini bila digunakan dengan efektif, sangat baik bagi guru dan siswa. Hal itu dapat mengubah atmosfir dan sesuatu yang tidak biasa menjadi suatu hal yang mengesankan. Siswa berlatih bahasa yang diinginkannya dari buku ajar tetapi dalam konteks yang berbeda.

6.      Keuntungan Menggunakan Buku Ajar
Terdapat sebagian guru yang tidak jarang memiliki opini negatif tentang buku ajar dengan mengatakan buku ajar sering membosankan, baik bagi guru maupun bagi siswa, serta sering tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa yang dididiknya. Guru-guru seperti itu ingin mengajar dengan bersandar pada gagasan mereka sendiri, artikel pada surat kabar, gagasan dari para siswa, dan berbagai sumber lain. Kritik ini bisa jadi ada benarnya sebab tidak sedikit buku ajar yang tidak menarik perhatian dan kurang variatif.
Sementara itu, penggunaan buku ajar yang membabi buta dengan cara menggunakan isinya sebagai satu-satunya materi yang disajikan di dalam kelas serta selalu menggunakan gaya belajar dan mengajar seperti yang dikatakan oleh buku akan mengundang suatu bahaya. Dalam keadaan seperti itu, buku ajar akan menjadi seperti suatu batu gerinda di sekitar leher semua urusan. Bagaimanapun baiknya buku-buku itu direncanakan, bisa saja hal itu tidak sesuai dengan harapan guru dan kebutuhan siswa.
            Di samping kecemasan akan bahaya penggunaan buku teks ini, haruslah dijelaskan bahwa siswa sering merasakan hal yang lebih positif dari adanya buku ajar ini. Bagi siswa, buku ajar dapat menenteramkan hati karena bisa memberi peluang kepada mereka untuk mempersiapkan diri sebelum suatu materi pelajaran disampaikan oleh gurunya. Selain itu, buku ajar pun dapat  memberikan kesempatan kepada mereka untuk dapat mengulang pelajaran yang telah dibahas sebelumnya.
            Bagi guru, buku ajar memiliki beberapa keuntungan tersendiri. Buku ajar biasanya telah mempunyai suatu silabus yang konsisten. Kosa kata yang digunanakannya pun telah dipertimbangkan dengan baik oleh penulisnya. Bahkan buku ajar yang baik biasanya mempunyai materi membaca dan mendengarkan disertai lembar kerja yang memadai, juga memiliki urutan pembelajaran yang bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi pembelajaran yang berbeda-beda. Disamping itu, buku ajar setidaknya akan mampu menjadi sumber inspirasi bagi guru tatkala mereka kekurangan ide-ide cemerlang dalam persiapan mengajarnya.

8. Kesimpulan
Buku ajar pada hakikatnya berfungsi sebagai sarana berkomunikasi antara penulis yang bertindak sebagai guru dengan siswa. Komunikasi tertulis antara penulis dengan siswa ini melahirkan proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar tersebut dapat terjadi di luar kelas, misalnya saat siswa mempelajari buku teks itu di rumah. Fungsi penulis itu dapat pula dilengkapi atau digantikan oleh guru di sekolah sehingga terjadi proses belajar mengajar di dalam kelas.
Persoalan buku ajar di Indonesia sangat kompleks, antara lain meliputi persoalan pengadaannya yang kompartementalistik, penilaiannya, pengedarannya, dan persoalan yang berhubungan dengan kontribusinya terhadap prestasi belajar siswa. Karena rumitnya persoalan tersebut maka untuk dapat memilih buku ajar yang baik, kita harus mempertimbangkan beberapa aspek dan pertanyaan seperti yang disarankan Jeremy Harmer (1998). Aspek-aspek tersebut meliputi harga, ketersediaan, desain dan tata letak, metodologi, keterampilan, silabus, topik, stereotyping, dan panduan guru. Kesembilan aspek ini, berikut pertanyaan yang harus dipertimbangkannya, sebaiknya dilalui  dengan mengikuti empat langkah prosedur, yakni analisis, piloting, konsultasi dan pengumpulan pendapat.
Kita mengakui bahwa tidak ada buku ajar yang sempurna. Oleh karena itu, bila kita mendapatkan buku ajar yang sebagian isi materinya tidak relevan atau tidak cocok maka kita dapat memilih beberapa alternatif yang disarankan oleh Nevile Grant, yaitu (1) mengabaikan pelajaran yang tidak relevan itu, (2) menggantikan pelajaran dalam buku ajar dengan sesuatu yang telah dimiliki guru, (3) menambah apa yang ada di dalam buku, dan (4) mengadaptasi apa yang ada di dalam buku ajar.

Daftar Pustaka
Astuti, dkk. (1999). ”Bias Gender dalam Buku Pelajaran Bahasa Indonesia”. Gender Volume 1 Nomor 1 Juli 1999. Yogyakarta: Pusat Studi Wanita Universitas Gadjah Mada.
Grant, Neville. (1987). Making the Most of Your Textbook. New York: Longman

Harmer, Jeremy. (2003). How to Teach English. Edinburgh Gate: Addison Wesley Longman Limited
Pusat Perbukuan. (2002). Pedoman Pengembangan Standar Perbukuan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
-------------, (2005). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Rosidah, Idah. (1997). Tingkat Keterbacaan Buku Ajar dalam Kaitannya dengan Pemahaman Siswa. Skripsi Sarjana Pendidikan FPBS IKIP Bandung.
Rusyana, Yus. (1984). Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV Diponegoro
Suhadi, Romlah. (1996). Analisis Bahasa Buku Paket SMA dari Segi Keterbacaan. Desertasi Doktor PPS IKIP Bandung
Supriadi, D. (2000). Anatomi Buku Sekolah di Indonesia: Problematika Penilaian, Penyebaran, dan Penggunaan Buku Pelajaran, Buku Bacaan, dan Buku Sumber. Yogyakarta: Adicita.
Suryaman, Maman. (2008). ”Analisis Gender: Perspektif dalam Penulisan Buku Teks Pelajaran”. Jurnal Bahasa dan Sastra. Volume 8 Nomor 2 Oktober 2008. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Susiloningtyas, Dewi. (2008). Kepedulian Terhadap Buku Teks.  http//www.dewi susiloningtyas’s blog.
Tarigan, Djago. (1999). Kajian Tingkat Keterbacaan Buku Paket “Pintar Berbahasa Indonesia I” SLTP  Kurikulum 1994. Tesis Magister Pendidikan PPS IKIP Bandung.
Tallei, (1988). Keterpaduan, Keruntutan, dan Keterbacaan Wacana Buku Pelajar Bahasa Indonesia SD. Disertasi Doktor PPS IKIP Bandung
Utorodewo, Felicia N. (2007). Tinjauan Buku Teks Pelajaran Bahasa Indonesia. http://www.elearning.jogya.org.
”Buku Teks ’Online’ Sudah Bisa Diakses”. Jakarta: KOMPAS (Jumat 20 Juni 2008).

3 komentar:

  1. Terimakasih ilmunya pak doktor...keren banget

    BalasHapus
  2. Lucky Club Casino Site, Bet £10 Get £50 Bonus
    Lucky Club Casino Review It's easy to see why you can't pay out on a casino luckyclub.live site. It's a pretty big site on the way

    BalasHapus
  3. Casinos Near Me - Casino Near Me - Mapyro
    A map showing casinos 김해 출장안마 and 남양주 출장마사지 other 속초 출장안마 gaming 전라남도 출장마사지 facilities located near Casinos and Resorts, located in Winchester at หารายได้เสริม 14406 N. Virginia, United States.

    BalasHapus