PENILAIAN
OTENTIK
PADA
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KURIKULUM 2013
Agus Hamdani
(Dimuat pada Prosiding Seminar Sehari Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Konteks Kurikulum 2013, Tahun 2014)
(Dimuat pada Prosiding Seminar Sehari Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Konteks Kurikulum 2013, Tahun 2014)
Abstrak
Salah
satu teknik penilaian yang memiliki relevansi kuat
dengan pendekatan saintifik seperti yang direkomendasikan Kurikulum 2013 adalah
penilaian otentik. Dalam pembelajaran
bahasa, penilaian otentik tidak sekadar menanyakan pengetahuan bahasa yang
telah dimiliki peserta didik, melainkan juga akan meminta peserta didik untuk
menunjukkan kinerja nyatanya selaras dengan pengetahuan bahasa yang telah
dimilikinya. Penilaian otentik memiliki
beberapa jenis, di antaranya adalah penilaian kinerja, penilaian proyek,
penilaian portofolio, dan penilaian tertulis.
Instrumen yang dapat digunakan dalam penilaian otentik di antaranya daftar cek,
skala penilaian, catatan pendidik, lembar soal, dan proyek yang harus
dikerjakan peserta didik, baik secara individual maupun kelompok. Pada bagian
akhir artikel ini dipaparkan contoh penerapan penilaian otentik pada
pembelajaran Bahasa Indonesia.
Kata kunci: penilaian
otentik, pembelajaran bahasa, dan kurikulum 2013.
Pendahuluan
Tahun ini merupakan
tahun ajaran kedua penerapan kurikulum baru yang diberi nama Kurikulum 2013. Berbeda dengan tahun sebelumnya
yang diterapkan secara terbatas, pada tahun ajaran 2014/2015 ini penerapan Kurikulum
2013 dilakukan secara luas. Kurikulum tersebut diberlakukan untuk mengganti
Kurikulum 2006 yang lebih dikenal dengan sebutan KTSP. Penggantian ini dilatari
oleh dua tantangan, yaitu tantangan internal dan tantangan eksternal. Dalam Lampiran I Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014
dijelaskan bahwa yang menjadi tantangan internal antara lain terkait dengan
kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada delapan
Standar Nasional Pendidikan. Sedangkan yang menjadi tantangan eksternal antara lain
terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah
lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri
kreatif dan budaya, serta perkembangan pendidikan di tingkat internasional.
Salah satu ciri
menonjol yang membedakan Kurikulum 2013 dengan Kurikulum 2006 adalah terdapatnya
penekanan pada dimensi pedagogik modern berupa digunakannya pendekatan saintifik
di semua jenjang dan di semua mata pelajaran sebagai pendekatan umum pembelajarannya.
Pendekatan ini mewajibkan peserta didik untuk menggali
informasi melalui kegiatan mengamati, mengajukan pertanyaan, mengeksplorasi,
mengasosiasikan, dan mengomunikasikan. Dalam rangkaian proses pembelajarannya
peserta didik dituntut untuk dapat menganalisis, menalar, menyimpulkan, dan kemudian
mencipta. Dengan kata lain, proses pembelajaran
harus dilaksanakan dengan mengikuti nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria-kriteria
ilmiah.
Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan saintifik, ranah
pengetahuan, ranah sikap, dan ranah keterampilan masing-masing menggamit
transformasi materi ajar agar peserta didik tahu tentang apa, tahu tentang mengapa,
dan tahu tentang bagaimana. Hasil
akhir yang diharapkan adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan pada peserta didik antara kemampuan untuk
menjadi manusia yang baik dan kemampuan untuk menjadi manusia yang dapat hidup secara
layak, yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Pelaksanaan
Kurikulum 2013 yang merekomendasikan
digunakannya pendekatan saintifik menuntut adanya suatu teknik penilaian yang
relevan. Salah satu teknik penilaian yang memiliki
relevansi kuat dengan pendekatan saintifik adalah penilaian otentik. Tekanan
capaian kompetensi pada jenis penilaian ini bukan terletak pada pengetahuan
yang telah dikuasai, melainkan pada kemampuan untuk menampilkan,
mendemonstrasikan, atau melakukan sesuatu yang merupakan cerminan esensi
pengetahuan dan kemampuan yang telah dikuasai peserta didik. Selain itu,
pendemonstrasian kompetensi tersebut tidak semata-mata demi pengetahuan itu
sendiri, melainkan harus sekaligus mencerminkan kebutuhan nyata dalam kehidupan
sehari-hari. Jadi, dalam penilaian otentik peserta didik diukur kompetensinya dalam
menampilkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang kesemuanya itu harus
bermakna. Dengan demikian, dalam penilaian otentik peserta didik harus dilatih
dan ditantang agar dapat menggunakan informasi akademis baru dan keterampilan
yang dipelajari di dalam kelas ke dalam situasi nyata di masyarakat untuk
tujuan yang selaras dengan kebutuhan hidup.
Penilaian
otentik sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru dalam kurikulum sekolah di
Indonesia. Tidak hanya dalam Kurikulum 2013, teknik penilaian ini telah juga
direkomendasikan dalam Kurikulum 2006. Namun, pada umumnya guru (khususnya guru
Bahasa Indonaesia) belum memahami dan melaksanakan penilaian otentik ini. Hal
ini tercermin pada hasil penelitian yang dilakukan Burhan Nurgiyantoro dan Pujiyati
Suyata (2012) bahwa pada umumnya guru belum memahami dan belum melaksanakan
penilaian otentik dalam pembelajaran bahasa di kelas walau penilaian itu
menjadi salah satu yang direkomendasikan dalam KTSP.
Karena adanya kenyataan seperti
yang telah diuraikan di atas maka teknik penilaian otentik perlu dikenalkan
lebih intensif kepada para guru, terutama guru Bahasa Indonesia. Hal itu
dimaksudkan agar para guru Bahasa Indonesia menguasai teknik penilaian tersebut
dan mampu menerapkannya dalam setiap proses pembelajaran. Dengan demikian,
kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan dan tuntutan yang digariskan dalam
kurikulum 2013 dapat dilaksanakan secara maksimal. Memang,
apapun teknik yang digunakan dalam penilaian tetap tidak akan luput dari
kelemahan. Walaupun demikian, dengan digulirkannya Kurikulum 2013 maka sudah
seharusnyalah guru Bahasa Indonesia yang profesional bisa menguji potensi
peserta didik melalui penilaian proses dan penilaian hasil belajar yang lebih otentik.
Hakikat
Penilaian Otentik
Istilah
penilaian otentik (authentic assessment)
pertama kali dikenalkan oleh Wiggins tahun 1990. Kata “otentik” mengacu pada
pengertian asli, nyata, konkret, akurat,
dan bermakna. Menurut Wiggins (1993), penilaian
otentik adalah penilaian yang dilakukan dengan pemberian tugas kepada peserta
didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktivitas pembelajaran.
Penilaian ini sering dikontradiksikan dengan penilaian tradisional. Wiggins
menegaskan bahwa teknik penilaian
tradisional seperti tes pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan, dan sebagainya
telah gagal untuk mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes-tes
tersebut tidak dapat digunakan untuk memperoleh gambaran yang utuh mengenai
sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tuntutan
dalam kehidupan nyata. Tes-tes
tradisional bahkan cenderung mereduksi makna
kurikulum karena isinya tidak menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil
belajar peserta didik.
Berbeda dengan
penilaian tradisional yang lebih mengedepankan tagihan penguasaan pengetahuan
lewat tes objektif, penilaian otentik lebih menekankan pada pemberian tugas
yang menghendaki peserta didik menampilkan atau mendemonstrasikan hasil
pembelajarannya sesuai dengan yang dituntut dalam dunia nyata. Kegiatan penilaian otentik tidak hanya sekadar menanyakan pengetahuan yang
telah dimiliki peserta didik, melainkan juga akan meminta peserta didik untuk
menunjukkan kinerja nyatanya selaras dengan pengetahuan yang telah dimilikinya.
Oleh karena itu, penilaian otentik sering disebut juga sebagai penilaian kinerja karena penilaian ini menuntut
peserta didik untuk melakukan sesuatu yang merupakan penerapan dari ilmu
pengetahuan yang telah dikuasainya secara teoretis. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan
Stiggins (Mueller, 2008) bahwa penilaian
otentik adalah penilaian yang meminta peserta didik untuk mendemonstrasikan
keterampilan atau kompetensi tertentu sebagai wujud penerapan pengetahuan yang
telah dikuasainya.
Secara konseptual penilaian otentik memiliki makna lebih
signifikan dibandingkan dengan tes tradisional yang telah terstandar sekali
pun. Hal itu terjadi karena proses penilaian otentik melibatkan berbagai
kinerja yang mencerminkan proses belajar, hasil belajar, motivasi, dan sikap
yang terkait dengan aktivitas belajar (Callison, 2009). Oleh karena itu, tujuan
penilaian otentik adalah mengukur berbagai kemampuan dan keterampilan dalam
berbagai konteks yang mencerminkan situasi dunia nyata di mana kemampuan dan
keterampilan itu diperlukan. Sesuai dengan tujuan tersebut, penilaian otentik
memiliki prinsip (1) memandang penilaian dan
pembelajaran secara terpadu, (2) mencerminkan masalah dunia nyata, bukan
masalah dunia sekolah, (3) menggunakan berbagai cara dan kriteria yang sesuai
dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar, dan (4) bersifat holistik,
artinya mencakup semua aspek tujuan pembelajaran, baik sikap, keterampilan,
maupun pengetahuan. Atas dasar keempat prinsip itu, terutama prinsip yang
ketiga, maka tak heran bila dalam Lampiran
III Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 penilaian
otentik didefinisikan sebagai pengukuran yang bermakna secara signifikan
atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.
Penggunaan penilaian
otentik diyakini memiliki beberapa manfaat. Manfaat-manfaat tersebut menurut
Mueller (Nurgiyantoro, 2010:309-3010) di antaranya (1) memungkinkan dilakukannya pengukuran secara langsung terhadap kinerja siswa sebagai indikator
capaian kompetensi yang dibelajarkan (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengonstruksikan hasil
belajarnya (3) memungkinkan
terintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar, dan penilaian menjadi satu
paket kegiatan yang terpadu, dan (4) memberi kesempatan kepada siswa untuk menampilkan hasil belajarnya
dan unjuk kerjanya dengan cara yang dianggap paling baik.
Jenis-Jenis
Penilaian Otentik
Penilaian otentik
memiliki beberapa jenis, di antaranya adalah penilaian kinerja, penilaian
proyek, penilaian portofolio, dan penilaian tertulis.
Penilaian kinerja adalah penilaian yang
dilakukan untuk menguji kemampuan peserta didik dalam mendemonstrasikan
pengetahuan dan keterampilan seperti layaknya dalam situasi nyata. Dalam
konteks pembelajaran Bahasa Indonesia, teknik ini cocok untuk menilai kemampuan
berbahasa yang bersifat aktif-produktif. Kompetensi yang bisa dinilai lewat
penilaian kinerja di antaranya berpidato, berdiskusi, berwawancara, dan
berdeklamasi. Instrumen yang dapat
digunakan untuk penilaian kinerja antara lain daftar skala penilaian, daftar
cek, dan catatan anekdot. Skala penilaian
digunakan untuk menilai unsur-unsur indikator melalui skala numerik berikut
predikatnya, misalnya 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, 1 =
kurang sekali. Daftar cek digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya
unsur-unsur tertentu dari indikator atau subindikator yang harus muncul dalam
sebuah peristiwa atau tindakan. Catatan anekdot digunakan dengan cara guru
menulis laporan narasi tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing peserta
didik selama melakukan tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat menentukan
seberapa baik peserta didik memenuhi standar yang ditetapkan.
Penilaian proyek adalah penilaian terhadap suatu tugas yang
mengandung unsur penyelidikan yang harus diselesaikan peserta didik pada kurun
waktu tertentu. Kegiatan penyelidikan tersebut meliputi tahap
perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyajian data. Sewaktu mengerjakan
sebuah proyek, peserta didik memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan sikap,
keterampilan, dan pengetahuannya. Oleh
karena itu, sedikitnya terdapat tiga komponen yang harus dijadikan bahan
penilaian, yaitu (1) keterampilan peserta didik dalam memilih topik,
mengumpulkan data, mengolah data, menginterpretasikan data, dan menulis
laporan, (2) kesesuaian topik materi pembelajaran dengan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan peserta didik, dan (3) keaslian
sebuah proyek yang dikerjakan peserta didik. Instrumen yang dapat digunakan untuk penilaian proyek
di antaranya daftar skala penilaian, daftar cek, dan narasi.
Penilaian portofolio
adalah penilaian melalui koleksi karya peserta didik yang disusun berdasarkan urutan kegiatan secara
sistematis. Fokus penilaian portofolio adalah kumpulan karya peserta didik, baik secara individu maupun kelompok, pada satu periode pembelajaran tertentu. Karya-karya
peserta didik dipilih kemudian dinilai secara berkesinambungan sehingga
tergambar perkembangan potensinya. Portofolio merupakan bagian integral dari
proses pembelajaran yang dapat merefreksikan perkembangan berbagai kompetensi
dan digunakan dengan tujuan untuk kepentingan diagnostik. Melalui penilaian
portofolio guru akan mengetahui perkembangan
atau kemajuan
belajar peserta didik. Karya-karya
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang dapat dikumpulkan melalui portofolio
di antaranya puisi, karangan, makalah, sinopsis, naskah pidato, naskah drama,
surat, dan laporan hasil observasi.
Penilaian tertulis terbagi atas tes
objektif dan tes uraian. Dari kedua jenis tes tertulis tersebut, tes uraian
masih lazim digolongkan sebagai salah salah satu teknik penilaian otentik. Tes ini menuntut peserta didik untuk mampu mengingat, memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi
materi yang sudah dipelajari. Melalui
jenis tes uraian ini guru dapat mengukur hasil
belajar peserta didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks. Instrumen yang biasa digunakan untuk penilaian tertulis
antara lain lembar soal, lembar jawaban, kunci jawaban, dan pedoman penskoran.
Penerapan
Penilaian Otentik
Pada Kurikulum 2013 penilaian hasil belajar
peserta didik harus mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Kompetensi sikap dapat dinilai melalui teknik
observasi, penilaian diri, penilaian teman sejawat, dan jurnal. Kompetensi
pengetahuan dapat dinilai melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Kompetensi
keterampilan dapat dinilai melalui penilaian kinerja, penilaian proyek, dan
penilaian portofolio. Instrumen yang dapat digunakan untuk menilai ketiga
kompetensi itu di antaranya daftar cek, skala penilaian, catatan pendidik,
lembar soal, dan proyek yang harus dikerjakan peserta didik, baik secara
individual maupun kelompok.
Tahapan yang harus ditempuh guru
untuk menilai kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki
peserta didik terdiri atas (1) menganalisis kompetensi inti (2) menetapkan
kompetensi dasar (3) menyusun indikator sesuai dengan kompestensi dasar yang
telah ditetapkan, dan (4) menentukan jenis, bentuk, dan instrumen penilaian.
Sesuai
dengan ruang lingkup dan tahapan penilaian di atas, berikut ini akan disajikan
contoh penerapan penilaian otentik pada pembelajaran teks hasil observasi mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA kelas X
Semester 1.
Kompetensi Inti
1. 1. Menghayati
dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menghayati
dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong
royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan
menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami,
menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta
dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan
reaktif, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar dan Indikator
1.
Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan
bahasa Indonesia dan menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam memahami,
menerapkan, dan menganalisis informasi lisan dan tulis melalui teks anekdot, laporan
hasil observasi, prosedur kompleks, dan negosiasi.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung
jawab, dan proaktif dalam menggunakan bahasa Indonesia untuk menceritakan hasil
observasi.
3.
Memahami struktur dan kaidah teks
anekdot, eksposisi, laporan hasil observasi, prosedur kompleks, dan negosiasi
baik melalui lisan maupun tulisan
3.1
Mengemukakan struktur teks laporan hasil observasi
3.2
Menjelaskan kaidah dan karakteristik kebahasaan teks laporan hasil observasi
4. Memproduksi teks anekdot, eksposisi, laporan
hasil observasi, prosedur kompleks, dan negosiasi yang koheren sesuai dengan
karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan mupun tulisan.
4.1
Menyusun laporan hasil observasi yang
baik berdasarkan data/informasi yang telah diidentifikasi sewaktu melakukan
kegiatan observasi.
Penilaian
Kompetensi
dasar (1) dan (2) di atas adalah kompetensi dasar yang berhubungan dengan
sikap. Kedua kompetensi dasar tersebut bisa diukur saat proses pembelajaran
berlangsung melalui penilaian sikap dengan menggunakan teknik observasi.
Instrumen yang dapat digunakan di antaranya skala penilaian. Contohnya di bawah
ini.
No.
|
Nama
|
Aspek
|
Jumlah
|
Rata-
Rata
|
|||||||||||||||
Religius
|
Jujur
|
Disiplin
|
Tanggung
Jawab
|
||||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||||
1.
|
Yeni Anggraeni
|
||||||||||||||||||
2.
|
Galih Fauzan
|
||||||||||||||||||
3.
|
Kanti Alifa
|
||||||||||||||||||
…
|
Keterangan:
1 = kurang
2 = cukup
3 = baik
4 = sangat baik
Kompetensi
dasar (3) adalah kompetensi dasar yang berhubungan dengan pengetahuan.
Kompetensi dasar ini bisa diukur dengan teknik tes uraian. Contoh soal, kunci
jawaban, dan pedoman penskorannya dapat dilihat di bawah ini.
No.
|
Soal
|
Kunci
Jawaban
|
Pedoman
Penskoran
|
1.
|
Kemukakan
secara berurutan komponen-komponen struktur teks laporan hasil observasi!
|
Struktur
teks laporan hasil observasi pada umumnya disusun dengan pola: judul,
klasifikasi umum, klasifikasi aspek, deskripsi bagian, deskripsi fungsi, dan
penutup.
|
-
Skor 4 bila
jawaban peserta didik benar dan sangat lengkap
-
Skor 3 bila
jawaban peserta didik benar dan lengkap
-
Skor 2 bila jawaban peserta didik benar tetapi tidak
lengkap
-
Skor 1 bila
jawaban peserta didik kurang benar.
|
2.
|
Jelaskan
kaidah dan karakteristik kebahasaan teks laporan hasil observasi!
|
Karakteristik
teks laporan hasil observasi di antaranya sering mempergunakan
istilah-istilah khusus yang merupakan istilah teknis pada bidang tertentu.
Misalnya, pada teks laporan hasil observasi yang menggunakan objek varietas flora
atau spesies fauna, akan banyak ditemukan istilah ilmiah atau nama-nama Latin
sebagai hasil klasifikasi morfologis.
|
Kompetensi
dasar (4) adalah kompetensi dasar yang berhubungan dengan keterampilan.
Kompetensi dasar ini dapat diukur dengan teknik penilaian kinerja. Contoh tugas
dan format penilaiannya sebagai berikut.
Tugas:
Berdasarkan hasil observasi yang
telah Anda lakukan, tulislah sebuah teks laporan hasil observasi sesuai dengan
struktur dan kaidah bahasa teks yang benar!
Format penilaian:
No.
|
Nama
|
Aspek
|
Jumlah
|
Rata-
Rata
|
|||||||||||||||
Isi Laporan
|
Struktur Teks
|
Bahasa
|
EYD
|
||||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||||
1.
|
Yeni Anggraeni
|
||||||||||||||||||
2.
|
Galih Fauzan
|
||||||||||||||||||
3.
|
Kanti Alifa
|
||||||||||||||||||
…
|
Keterangan:
1 = kurang
2 = cukup
3 = baik
4 = sangat baik
Penutup
Pemberlakuan
Kurikulum 2013 hendaknya dipahami tidak hanya sekadar proses penyesuaian
kurikulum dengan tuntutan perkembangan zaman, melainkan harus dipandang sebagai
upaya untuk menyempurnakan paradigma pendidikan. Diterapkannya pendekatan
saintifik pada kurikulum mutakhir tersebut membawa implikasi pada orientasi dan
strategi penilaian terhadap peserta didik. Penilaian otentik merupakan
pendekatan penilaian yang memiliki relevansi yang kuat dengan pendekatan
saintifik. Penilaian ini harus diterapkan oleh guru, khususnya guru Bahasa
Indonesia, dengan menggunakan berbagai metode dan teknik yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran Bahasa Indonesia dan proses belajar peserta didik. Agar tujuan dan
fungsi penilaian lebih berdayaguna bagi perbaikan belajar peserta didik,
hasil-hasil penilaian otentik perlu
dikomunikasikan kepada berbagai pihak sebagai upaya untuk memberikan bantuan
dan bimbingan yang relevan bagi keberhasilan belajar peserta didik.
Daftar Pustaka
Arikunto,
Suharsimi. (1984). Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara
Bloom,
Benjamin S. (1997). Taxonomy of
Educational Objectives. London: Longman Publishing.
Callison, Daniel. (2009). Authentic Assessment. Chicago:
American Library Association.
Gronlund, Norman F. (1985) Measurement and Evaluation in
Teaching. New York: Macmilan Publishing Company.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
(2013). Materi Pelatihan Implementasi
Kurikulum 2013 SMA/MA dan SMK/MAK
Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Bahasa Indonesia: Ekspresi Diri dan
Akademik. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Lampiran I Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014
tentang Kurikulum 2013: Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Lampiran II Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014
tentang Kurikulum 2013: Silabus Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Lampiran III Permendikbud Nomor 59 Tahun
2014 tentang Kurikulum 2013: Pedoman Mata Pelajaran Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Lampiran Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014
tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Nurgiyantoro, Burhan. (1995).
Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia. Yogyakarya: BPPE
Nurgiyantoro, Burhan dan Suyata, Pujiati. (2012). Pengembangan Model Authentic Assesment dalam
Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: FPBS-UNY
Suryanta, Alex. (2014). Bupena:
Buku Penilaian Autentik Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga
Wiggin,
G.P. (1993). Assessing Student Performance.
San Fransisco: Jossey Bass, Inc.
Sudarwan
(2013) Penilaian Autentik. Jakarta:
Pusbangprodik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar