Rabu, 02 September 2015

PENILAIAN OTENTIK PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KURIKULUM 2013


PENILAIAN OTENTIK
PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KURIKULUM 2013

Agus Hamdani
(Dimuat pada Prosiding Seminar Sehari Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Konteks Kurikulum 2013, Tahun 2014)
Abstrak
Salah satu teknik penilaian yang memiliki relevansi kuat dengan pendekatan saintifik seperti yang direkomendasikan Kurikulum 2013 adalah penilaian otentik. Dalam pembelajaran bahasa, penilaian otentik tidak sekadar menanyakan pengetahuan bahasa yang telah dimiliki peserta didik, melainkan juga akan meminta peserta didik untuk menunjukkan kinerja nyatanya selaras dengan pengetahuan bahasa yang telah dimilikinya. Penilaian otentik memiliki beberapa jenis, di antaranya adalah penilaian kinerja, penilaian proyek, penilaian portofolio, dan penilaian tertulis. Instrumen yang dapat digunakan dalam penilaian otentik di antaranya daftar cek, skala penilaian, catatan pendidik, lembar soal, dan proyek yang harus dikerjakan peserta didik, baik secara individual maupun kelompok. Pada bagian akhir artikel ini dipaparkan contoh penerapan penilaian otentik pada pembelajaran Bahasa Indonesia.
Kata kunci: penilaian otentik, pembelajaran bahasa, dan kurikulum 2013.
Pendahuluan
Tahun ini merupakan tahun ajaran kedua penerapan kurikulum baru yang diberi nama Kurikulum 2013. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang diterapkan secara terbatas, pada tahun ajaran 2014/2015 ini penerapan Kurikulum 2013 dilakukan secara luas. Kurikulum tersebut diberlakukan untuk mengganti Kurikulum 2006 yang lebih dikenal dengan sebutan KTSP. Penggantian ini dilatari oleh dua tantangan, yaitu tantangan internal dan tantangan eksternal. Dalam Lampiran I Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 dijelaskan bahwa yang menjadi tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada delapan Standar Nasional Pendidikan. Sedangkan yang menjadi tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, serta perkembangan pendidikan di tingkat internasional.
Salah satu ciri menonjol yang membedakan Kurikulum 2013 dengan Kurikulum 2006 adalah terdapatnya penekanan pada dimensi pedagogik modern berupa digunakannya pendekatan saintifik di semua jenjang dan di semua mata pelajaran sebagai pendekatan umum pembelajarannya. Pendekatan ini mewajibkan peserta didik untuk menggali informasi melalui kegiatan mengamati, mengajukan pertanyaan, mengeksplorasi, mengasosiasikan, dan mengomunikasikan. Dalam rangkaian proses pembelajarannya peserta didik dituntut untuk dapat menganalisis, menalar, menyimpulkan, dan kemudian mencipta. Dengan kata lain, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan mengikuti nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria-kriteria ilmiah.
Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan saintifik, ranah pengetahuan, ranah sikap, dan ranah keterampilan masing-masing menggamit transformasi materi ajar agar peserta didik tahu tentang apa, tahu tentang mengapa, dan tahu tentang bagaimana. Hasil akhir yang diharapkan adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan pada peserta didik antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik dan kemampuan untuk menjadi manusia yang dapat hidup secara layak, yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Pelaksanaan Kurikulum  2013 yang merekomendasikan digunakannya pendekatan saintifik menuntut adanya suatu teknik penilaian yang relevan. Salah satu teknik penilaian yang memiliki relevansi kuat dengan pendekatan saintifik adalah penilaian otentik. Tekanan capaian kompetensi pada jenis penilaian ini bukan terletak pada pengetahuan yang telah dikuasai, melainkan pada kemampuan untuk menampilkan, mendemonstrasikan, atau melakukan sesuatu yang merupakan cerminan esensi pengetahuan dan kemampuan yang telah dikuasai peserta didik. Selain itu, pendemonstrasian kompetensi tersebut tidak semata-mata demi pengetahuan itu sendiri, melainkan harus sekaligus mencerminkan kebutuhan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, dalam penilaian otentik peserta didik diukur kompetensinya dalam menampilkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang kesemuanya itu harus bermakna. Dengan demikian, dalam penilaian otentik peserta didik harus dilatih dan ditantang agar dapat menggunakan informasi akademis baru dan keterampilan yang dipelajari di dalam kelas ke dalam situasi nyata di masyarakat untuk tujuan yang selaras dengan kebutuhan hidup.
Penilaian otentik sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru dalam kurikulum sekolah di Indonesia. Tidak hanya dalam Kurikulum 2013, teknik penilaian ini telah juga direkomendasikan dalam Kurikulum 2006. Namun, pada umumnya guru (khususnya guru Bahasa Indonaesia) belum memahami dan melaksanakan penilaian otentik ini. Hal ini tercermin pada hasil penelitian yang dilakukan Burhan Nurgiyantoro dan Pujiyati Suyata (2012) bahwa pada umumnya guru belum memahami dan belum melaksanakan penilaian otentik dalam pembelajaran bahasa di kelas walau penilaian itu menjadi salah satu yang direkomendasikan dalam KTSP.
 Karena adanya kenyataan seperti yang telah diuraikan di atas maka teknik penilaian otentik perlu dikenalkan lebih intensif kepada para guru, terutama guru Bahasa Indonesia. Hal itu dimaksudkan agar para guru Bahasa Indonesia menguasai teknik penilaian tersebut dan mampu menerapkannya dalam setiap proses pembelajaran. Dengan demikian, kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan dan tuntutan yang digariskan dalam kurikulum 2013 dapat dilaksanakan secara maksimal. Memang, apapun teknik yang digunakan dalam penilaian tetap tidak akan luput dari kelemahan. Walaupun demikian, dengan digulirkannya Kurikulum 2013 maka sudah seharusnyalah guru Bahasa Indonesia yang profesional bisa menguji potensi peserta didik melalui penilaian proses dan penilaian hasil belajar yang lebih otentik.

Hakikat Penilaian Otentik
Istilah penilaian otentik (authentic assessment) pertama kali dikenalkan oleh Wiggins tahun 1990. Kata “otentik” mengacu pada pengertian asli, nyata, konkret, akurat, dan bermakna. Menurut Wiggins (1993), penilaian otentik adalah penilaian yang dilakukan dengan pemberian tugas kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktivitas pembelajaran. Penilaian ini sering dikontradiksikan dengan penilaian tradisional. Wiggins menegaskan bahwa teknik penilaian tradisional seperti tes pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan, dan sebagainya telah gagal untuk mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes-tes tersebut tidak dapat digunakan untuk memperoleh gambaran yang utuh mengenai sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tuntutan dalam kehidupan nyata. Tes-tes  tradisional bahkan cenderung mereduksi makna kurikulum karena isinya tidak menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil belajar peserta didik.
Berbeda dengan penilaian tradisional yang lebih mengedepankan tagihan penguasaan pengetahuan lewat tes objektif, penilaian otentik lebih menekankan pada pemberian tugas yang menghendaki peserta didik menampilkan atau mendemonstrasikan hasil pembelajarannya sesuai dengan yang dituntut dalam dunia nyata.  Kegiatan penilaian otentik tidak hanya sekadar menanyakan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik, melainkan juga akan meminta peserta didik untuk menunjukkan kinerja nyatanya selaras dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Oleh karena itu, penilaian otentik sering disebut juga sebagai penilaian kinerja karena penilaian ini menuntut peserta didik untuk melakukan sesuatu yang merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan yang telah dikuasainya secara teoretis. Hal ini sebagaimana  yang dikemukakan Stiggins (Mueller, 2008) bahwa penilaian otentik adalah penilaian yang meminta peserta didik untuk mendemonstrasikan keterampilan atau kompetensi tertentu sebagai wujud penerapan pengetahuan yang telah dikuasainya.
Secara konseptual penilaian otentik memiliki makna lebih signifikan  dibandingkan dengan  tes tradisional yang telah terstandar sekali pun. Hal itu terjadi karena proses penilaian otentik melibatkan berbagai kinerja yang mencerminkan proses belajar, hasil belajar, motivasi, dan sikap yang terkait dengan aktivitas belajar (Callison, 2009). Oleh karena itu, tujuan penilaian otentik adalah mengukur berbagai kemampuan dan keterampilan dalam berbagai konteks yang mencerminkan situasi dunia nyata di mana kemampuan dan keterampilan itu diperlukan. Sesuai dengan tujuan tersebut, penilaian otentik memiliki prinsip (1) memandang penilaian dan pembelajaran secara terpadu, (2) mencerminkan masalah dunia nyata, bukan masalah dunia sekolah, (3) menggunakan berbagai cara dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar, dan (4) bersifat holistik, artinya mencakup semua aspek tujuan pembelajaran, baik sikap, keterampilan, maupun pengetahuan. Atas dasar keempat prinsip itu, terutama prinsip yang ketiga, maka tak heran bila dalam Lampiran III Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 penilaian otentik didefinisikan sebagai pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
            Penggunaan penilaian otentik diyakini memiliki beberapa manfaat. Manfaat-manfaat tersebut menurut Mueller (Nurgiyantoro, 2010:309-3010) di antaranya (1) memungkinkan dilakukannya pengukuran secara langsung  terhadap kinerja siswa sebagai indikator capaian kompetensi yang dibelajarkan (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengonstruksikan hasil belajarnya (3) memungkinkan terintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar, dan penilaian menjadi satu paket kegiatan yang terpadu, dan (4) memberi kesempatan kepada siswa untuk menampilkan hasil belajarnya dan unjuk kerjanya dengan cara yang dianggap paling baik.

Jenis-Jenis Penilaian Otentik
 Penilaian otentik memiliki beberapa jenis, di antaranya adalah penilaian kinerja, penilaian proyek, penilaian portofolio, dan penilaian tertulis.
 Penilaian kinerja adalah penilaian yang dilakukan untuk menguji kemampuan peserta didik dalam mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan seperti layaknya dalam situasi nyata. Dalam konteks pembelajaran Bahasa Indonesia, teknik ini cocok untuk menilai kemampuan berbahasa yang bersifat aktif-produktif. Kompetensi yang bisa dinilai lewat penilaian kinerja di antaranya berpidato, berdiskusi, berwawancara, dan berdeklamasi. Instrumen  yang dapat digunakan untuk penilaian kinerja antara lain daftar skala penilaian, daftar cek, dan catatan anekdot. Skala penilaian digunakan untuk menilai unsur-unsur indikator melalui skala numerik berikut predikatnya, misalnya 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, 1 = kurang sekali. Daftar cek digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya unsur-unsur tertentu dari indikator atau subindikator yang harus muncul dalam sebuah peristiwa atau tindakan. Catatan anekdot digunakan dengan cara guru menulis laporan narasi tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing peserta didik selama melakukan tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat menentukan seberapa baik peserta didik memenuhi standar yang ditetapkan.
 Penilaian proyek  adalah penilaian terhadap suatu tugas yang mengandung unsur penyelidikan yang harus diselesaikan peserta didik pada kurun waktu tertentu. Kegiatan penyelidikan tersebut meliputi tahap perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyajian data. Sewaktu mengerjakan sebuah proyek, peserta didik memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan sikap, keterampilan, dan pengetahuannya.  Oleh karena itu, sedikitnya terdapat tiga komponen yang harus dijadikan bahan penilaian, yaitu (1) keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mengumpulkan data, mengolah data, menginterpretasikan data, dan menulis laporan, (2) kesesuaian topik materi pembelajaran dengan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan peserta didik, dan (3) keaslian sebuah proyek yang dikerjakan peserta didik. Instrumen  yang dapat digunakan untuk penilaian proyek di antaranya daftar skala penilaian, daftar cek, dan narasi.
Penilaian portofolio adalah penilaian melalui koleksi karya peserta didik yang  disusun berdasarkan urutan kegiatan secara sistematis. Fokus penilaian portofolio adalah kumpulan karya peserta didik, baik secara individu  maupun kelompok, pada satu periode pembelajaran tertentu. Karya-karya peserta didik dipilih kemudian dinilai secara berkesinambungan sehingga tergambar perkembangan potensinya. Portofolio merupakan bagian integral dari proses pembelajaran yang dapat merefreksikan perkembangan berbagai kompetensi dan digunakan dengan tujuan untuk kepentingan diagnostik. Melalui penilaian portofolio guru akan mengetahui perkembangan atau kemajuan belajar peserta didik. Karya-karya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang dapat dikumpulkan melalui portofolio di antaranya puisi, karangan, makalah, sinopsis, naskah pidato, naskah drama, surat, dan laporan hasil observasi.
Penilaian tertulis terbagi atas tes objektif dan tes uraian. Dari kedua jenis tes tertulis tersebut, tes uraian masih lazim digolongkan sebagai salah salah satu teknik penilaian otentik. Tes ini menuntut peserta didik untuk mampu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi materi yang sudah dipelajari. Melalui jenis tes uraian ini guru dapat mengukur hasil belajar peserta didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks. Instrumen  yang biasa digunakan untuk penilaian tertulis antara lain lembar soal, lembar jawaban, kunci jawaban, dan pedoman penskoran.
Penerapan Penilaian Otentik
      Pada Kurikulum 2013 penilaian hasil belajar peserta didik harus mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi sikap dapat dinilai melalui teknik  observasi, penilaian diri, penilaian teman sejawat, dan jurnal. Kompetensi pengetahuan dapat dinilai melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Kompetensi keterampilan dapat dinilai melalui penilaian kinerja, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang dapat digunakan untuk menilai ketiga kompetensi itu di antaranya daftar cek, skala penilaian, catatan pendidik, lembar soal, dan proyek yang harus dikerjakan peserta didik, baik secara individual maupun kelompok.
          Tahapan yang harus ditempuh guru untuk menilai kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki peserta didik terdiri atas (1) menganalisis kompetensi inti (2) menetapkan kompetensi dasar (3) menyusun indikator sesuai dengan kompestensi dasar yang telah ditetapkan, dan (4) menentukan jenis, bentuk, dan instrumen penilaian.
Sesuai dengan ruang lingkup dan tahapan penilaian di atas, berikut ini akan disajikan contoh penerapan penilaian otentik pada pembelajaran teks hasil observasi mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA kelas X Semester 1.
Kompetensi Inti
1.                  1.  Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2.    Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3.  Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan reaktif, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar dan Indikator
1. Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam memahami, menerapkan, dan menganalisis informasi lisan dan tulis melalui teks anekdot, laporan hasil observasi, prosedur kompleks, dan negosiasi.
2.  Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, dan proaktif dalam menggunakan bahasa Indonesia untuk menceritakan hasil observasi.
3. Memahami struktur dan kaidah teks anekdot, eksposisi, laporan hasil observasi, prosedur kompleks, dan negosiasi baik melalui lisan maupun tulisan
3.1 Mengemukakan struktur teks laporan hasil observasi
3.2 Menjelaskan kaidah dan karakteristik kebahasaan teks laporan hasil observasi
4. Memproduksi teks anekdot, eksposisi, laporan hasil observasi, prosedur kompleks, dan negosiasi yang koheren sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan mupun tulisan.
4.1 Menyusun laporan hasil observasi yang baik berdasarkan data/informasi yang telah diidentifikasi sewaktu melakukan kegiatan observasi.

Penilaian
Kompetensi dasar (1) dan (2) di atas adalah kompetensi dasar yang berhubungan dengan sikap. Kedua kompetensi dasar tersebut bisa diukur saat proses pembelajaran berlangsung melalui penilaian sikap dengan menggunakan teknik observasi. Instrumen yang dapat digunakan di antaranya skala penilaian. Contohnya di bawah ini.
No.
Nama
Aspek
Jumlah
Rata-
Rata
Religius
Jujur
Disiplin
Tanggung Jawab


1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4


1.
Yeni Anggraeni


















2.
Galih Fauzan


















3.
Kanti Alifa





































Keterangan:
1   =   kurang
2   =   cukup
3   =   baik
4   =   sangat baik
Kompetensi dasar (3) adalah kompetensi dasar yang berhubungan dengan pengetahuan. Kompetensi dasar ini bisa diukur dengan teknik tes uraian. Contoh soal, kunci jawaban, dan pedoman penskorannya dapat dilihat di bawah ini.
No.
Soal
Kunci Jawaban
Pedoman Penskoran
1.
Kemukakan secara berurutan komponen-komponen struktur teks laporan hasil observasi!
Struktur teks laporan hasil observasi pada umumnya disusun dengan pola: judul, klasifikasi umum, klasifikasi aspek, deskripsi bagian, deskripsi fungsi, dan penutup.
-  Skor 4 bila jawaban peserta didik benar dan sangat lengkap
-  Skor 3 bila jawaban peserta didik benar dan lengkap
-  Skor 2 bila jawaban peserta didik benar tetapi tidak lengkap
-  Skor 1 bila jawaban peserta didik kurang benar.
2.
Jelaskan kaidah dan karakteristik kebahasaan teks laporan hasil observasi!
Karakteristik teks laporan hasil observasi di antaranya sering mempergunakan istilah-istilah khusus yang merupakan istilah teknis pada bidang tertentu. Misalnya, pada teks laporan hasil observasi yang menggunakan objek varietas flora atau spesies fauna, akan banyak ditemukan istilah ilmiah atau nama-nama Latin sebagai hasil klasifikasi morfologis.

Kompetensi dasar (4) adalah kompetensi dasar yang berhubungan dengan keterampilan. Kompetensi dasar ini dapat diukur dengan teknik penilaian kinerja. Contoh tugas dan format penilaiannya sebagai berikut.
Tugas:
Berdasarkan hasil observasi yang telah Anda lakukan, tulislah sebuah teks laporan hasil observasi sesuai dengan struktur dan kaidah bahasa teks yang benar!
Format penilaian:
No.
Nama
Aspek
Jumlah
Rata-
Rata
Isi Laporan
Struktur Teks
Bahasa
EYD


1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4


1.
Yeni Anggraeni


















2.
Galih Fauzan


















3.
Kanti Alifa





































Keterangan:
1   =   kurang
2   =   cukup
3   =   baik
4   =   sangat baik

Penutup
Pemberlakuan Kurikulum 2013 hendaknya dipahami tidak hanya sekadar proses penyesuaian kurikulum dengan tuntutan perkembangan zaman, melainkan harus dipandang sebagai upaya untuk menyempurnakan paradigma pendidikan. Diterapkannya pendekatan saintifik pada kurikulum mutakhir tersebut membawa implikasi pada orientasi dan strategi penilaian terhadap peserta didik. Penilaian otentik merupakan pendekatan penilaian yang memiliki relevansi yang kuat dengan pendekatan saintifik. Penilaian ini harus diterapkan oleh guru, khususnya guru Bahasa Indonesia, dengan menggunakan berbagai metode dan teknik yang sesuai dengan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia dan proses belajar peserta didik. Agar tujuan dan fungsi penilaian lebih berdayaguna bagi perbaikan belajar peserta didik, hasil-hasil penilaian otentik  perlu dikomunikasikan kepada berbagai pihak sebagai upaya untuk memberikan bantuan dan bimbingan yang relevan bagi keberhasilan belajar peserta didik. 
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. (1984). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara
Bloom, Benjamin S. (1997). Taxonomy of Educational Objectives. London: Longman Publishing.
Callison, Daniel. (2009). Authentic Assessment. Chicago: American Library Association.
Gronlund, Norman F. (1985) Measurement and Evaluation in Teaching. New York: Macmilan Publishing Company.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 SMA/MA dan SMK/MAK Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Bahasa Indonesia: Ekspresi Diri dan Akademik. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Lampiran I Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013: Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Lampiran II Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013: Silabus Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Lampiran III Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013: Pedoman Mata Pelajaran Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Lampiran Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Nurgiyantoro, Burhan. (1995). Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarya: BPPE
Nurgiyantoro, Burhan dan Suyata, Pujiati. (2012). Pengembangan Model Authentic Assesment dalam Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: FPBS-UNY
Suryanta, Alex. (2014). Bupena: Buku Penilaian Autentik Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga
Wiggin, G.P. (1993). Assessing Student Performance. San Fransisco: Jossey Bass, Inc.
Sudarwan (2013) Penilaian Autentik. Jakarta: Pusbangprodik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar